<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d5137440835564969073\x26blogName\x3d.:+gemapembebasan-sulsel+:.\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLACK\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://gemagitasi.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://gemagitasi.blogspot.com/\x26vt\x3d-1558106023014281024', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
Wednesday, October 17, 2007

Iman yang produktif

Perbedaan mendasar antara generasi Islam masa kini dengan generasi pertama Islam adalah proses masuknya mereka ke dalam Islam. Generasi muslim masa kini umumnya lahir dari kedua orang tua dan lingkungan muslim. Hanya saja, lingkungan itu belumlah merefleksikan kehidupan Islam yang hakiki. Ibarat mobil, kehidupan umat Islam hari ini bagai mobil tua yang bobrok. Bodinya jauh dari mulus, mesinnya pun sering trouble. Kurang bisa diandalkan.

Adapun generasi Islam di masa sahabat dibangun oleh Rasulullah saw. dari nol. Dari kalimat tauhid yang dipancarkan di antara ribuan berhala kota Makkah. Di antara dominasi paganisme, kejahiliyahan, dan fanatisme qabilah, Rasulullah saw. memproklamirkan kalimah Lailahaillallah Muhammad Rasulullah. Sehingga generasi bentukan beliau saw. adalah generasi baru dengan keimanan yang baru, yang masih murni. Ibarat mobil, mereka adalah mobil baru, bahkan mobil baru yang sangat istimewa, yang siap menempuh perjalanan panjang, sekalipun medan perjalanan yang sukar dan berliku.



Gairah hidup baru mereka peroleh tatkala mereka melaksanakan sholat dan membaca Al Quran serta mengikuti penjelasan-penjelasan dari baginda rasulullah saw. Allah SWT mengabadikan proses pembinaan yang beliau saw. lakukan terhadp generasi pertama kaum muslimin itu dalam firman-Nya yang artinya :

Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata, (QS. Al Jumu’ah 2).

Hasilnya, generasi pertama umat ini menjadi pribadi-pribadi yang Islami, memiliki cara berfikir Islami dan pola sikap jiwa Islami. Sehingga sanggup melaksanakan kewajiban-kewajiban agama Islam, baik tugas individual mereka masing-masing, maupun tugas kolektif mereka sebagai jamaah kaum muslimin. Bahkan untuk itu mereka siap mengerahkan seluruh potensi yang mereka miliki, waktu, tenaga, harta, bahkan jiwa sekalipun. Kenapa demikian?

Rahasia iman para sahabat

Iman para sahabat adalah aqidah Islam yang benar, bukan iman warisan yang sekedar mengikut tradisi tetua. Sebelum masuk Islam, mereka harus berfikir keras untuk mengambil sikap, menerima atau menolak Islam dengan segala konsekuensinya. Akal mereka tak bisa dibohongi. Naluri mencari Tuhan yang hakiki, menemukan sesembahan yang benar, yakni Allah Pencipta langit dan bumi. Kesadaran mereka menyingkap kepalsuan semua berhala yang selama ini mereka sembah. Mereka memahami firman Allah yang artinya :

“…Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah” (QS. Al Hajj 73).

Mereka paham bahwa agama dan ideologi baru itu akan berhadapan dengan mainstream masyarakat Mekkah, masyarakat Arab, bahkan masyarakat dunia yang masih jahiliyah. Namun risalah dari Dzat Yang Maha Agung telah membangunkan jiwa dan membangkitkan akal fikiran mereka. Mereka menghadapi dunia dan berbagai tantangannya dengan penuh optimis. Merekapun sadar, iman belum terbukti sahih kalau belum mendapat ujian dan resiko.

Maka dalam interaksi dengan masyarakat Quraisy dalam dakwah dan pergolakan pemikiran yang mereka lancarkan, dengan penuh kesabaran mereka menghadapi penghinaan, penganiayaan, pemboikotan, dan pengusiran, bahkan pembunuhan. Itulah pembinaan mental bagi orang-orang yang dilahirkan untuk mengubah dunia, yang bangkit dari lumpur kejahiliyahan lalu dibersihkan dan disucikan dengan cahaya risalah langit yang membuat mereka menjadi makhluk-makhluk yang baru yang siap memimpin dunia. Wajarlah mereka dapat menaklukkan Persia dan mengalahkan Rumawi.

Lihatlah kesiapan mental mereka dalam berbagai pertempuran luar biasa. Abdullah bin Rawahah r.a., Panglima Perang Mu’tah, mengobarkan semangat dan membekali mental para mujahid yang jumlahnya cuma 3000 orang dalam persiapan perang melawan tentara Romawi yang berjumlah 200.000 orang: “Wahai kaum, demi Allah, sesungguhnya perkara yang tidak kalian sukai tatkala kalian keluar dalam jihad fi sabilillah, adalah mencari syahadah (mati syahid). Kita tidak memerangi manusia dengan kekuatan dan banyaknya personil pasukan, tapi kita memerangi mereka hanya dengan agama (Islam) ini yang Allah telah memuliakan kita dengannya. Maka dari itu, berangkatlah kalian. Karena sesungguhnya, (hasil perjuangan dan pertempuran kalian) hanyalah satu di antara dua kebajikan, menang atau mati syahid” (lihat Ibnu Katsir, ibid, Juz III, hal 428).

Sejarah juga mencatat, rahasia keunggulan kaum muslimin yang diakui oleh Heraclius, sebagaimana dialog Kaisar Rumawi ini dengan pasukannya.

Kaisar berkata: “Celaka kalian, beritahukanlah padaku tentang mereka, orang-orang islam yang memerangi kalian itu, bukankah mereka manusia seperti kalian?”

Mereka menjawab: “Benar”.

Kaisar berkata lagi: “Jumlah kalian yang lebih banyak atau jumlah mereka?”.

Mereka menjawab: “Bahkan jumlah kami lebih banyak dalam semua medan tempur”. Kaisar bertanya: “Kalau begitu, mengapa kalian bisa kalah?”.

Maka seorang tua dari kalangan pembesar mereka menjawab: “Karena sesungguhnya mereka –tentara Islam itu—mengerjakan sholat di waktu malam, berpuasa di siang hari, dan mereka menepati janji, memerintah kepada yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan saling membagi di antara mereka (tidak mementingkan diri sendiri). Sedangkan kita –tentara Rumawi-- kalah karena sesungguhnya kita gemar minum minuman keras (khamr), berbuat zina, suka melakukan yang haram, melanggar janji, gampang marah, berbuat zalim, memerintah dengan kekerasan (represif), mencegah dari apa yang Allah ridlai serta berbuat kerusakan di muka bumi”.

Maka kaisar Heraclius pun berkata kepada orang tua itu: “Engkau telah membuat aku percaya bahwa kita memang pantas kalah”. (lihat Nasution, Kedudukan Militer dalam Islam, hal 44).

Keunggulan dalam sikap dispilin serta moral sebagai prajurit bukan sekedar disiplin biasa, tapi disiplin yang lahir dari suatu dorongan ideologis yang luar biasa. Sebelum terjadinya pertempuran dalam Perang Qadisiyyah, Panglima Rustum, panglima perang negara adidaya Persia, bertanya kepada tiga utusan kaum muslimin, Rabi’ bin Amir, Hudazifah bin Mihshan, dan Mughirah bin Syu’bah, apa motivasi mereka datang ke Persia? Ketiga utusan itu menjawab: “Seusungguhnya Allah telah mengutus kami untuk membebaskan siapa saja dari perbudakan manusia agar menghamba kepada Allah Yang Esa, dan dari kesempitan dunia kepada keluasannya, dan daripada penyimpangan semua agama kepada keadilan islam. Maka Allah telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa din-Nya, kepada seluruh makhluk-Nya. Maka siapa saja yang menerima din ini dari kami, akan kami terima darinya dan kami akan kembali daripadanya, dan kami akan meninggalkan dia dengan tanah airnya. Akan tetapi, siapa yang menolak akan kami perangi sampai kami Surga atau mendapatkan kemenangan” (lihat Nasution, idem, hal 28).

Bagaimana membuat Iman produktif?

Pertama, periksa kembali keyakinan kita kepada Allah SWT. Apakah kita beriman hanya mengikuti orang tua dan umumnya masyarakat? Jika itu, maka kualitas iman kita akan tergantung kecenderungan umum. Kalau umumnya iman kaum muslimin hari ini mandul, mandul pula iman kita. Maka yang harus ditempuh adalah, mengkaji kembali darimana keyakinan kita kepada Allah SWT kita peroleh. Kita mesti bertanya: Kita hidup ini dari mana? Mau kemana? Siapa yang menciptakan kita? Apa pula kehendak-kehendak-Nya? Setelah mati, bagaimana kesudahan kita? Yakni, apakah sudah selesai dengan mati ataukah masih ada sesuatau, yaitu kita akan kemana? Jika kita akan kemana? Apa pula konsekwensi yang akan kita hadapi?

Kedua, untuk mempertebal iman kita, mengoptimalkan daya fikir kita, dan mensucikan hati kita, agar kita senantiasa ingat, bersyukur, berfikir, bertaqwa, dan mendapat hidayahnya, kita perlu membaca ayat-ayat Al Qur’an yang mengajak kita berfikir, misalnya QS. Ali Imran 190-191, Ar Ruum 20-25, Ghafir[40] 13, Fushilat 37-39, dll. Dan Allah SWT telah pastikan bahwa binatang yang paling jelek di sisinya adalah mereka yang tidak mau berfikir dan beriman kepada-Nya sebagaimana firman-Nya pada QS. Al Anfal 22 dan 55.

Ketiga, membaca ayat-ayat yang mengaitkan antara iman dan amal sholih sebagai konsekuensi keimanan, yang sekaligus menunjukkan bahwa iman itu produktif, misalnya: Qs. Al Baqoroh 3-4, 82,143, 153, 177, 178, 277, 278, Ali Imran 28, 100, 102-103, 173, 200, An Nisa 29, 43, 59, 60, 65, 144, Al Maidah 1, 2, 6, 8, 54-57, Al Anfal 2-4, 15-16, 24-25, 27, 45-46, dll.

Keempat, membaca ayat-ayat tentang indahnya sorga al jannah dan buruknya neraka jahannam. Itu akan menjadikan hati kita cenderung untuk meningkatkan amal sholih kita dan menjauhi segala perbuatan haram yang dibenci oleh Allah SWT. Misalnya: Ayat-ayat surga QS. Ar Ra’d 35, Yasin 55-58, Muhammad 15, Ar Rahman 54-55, Al Waqiah 17-40, Al Insan 19-22. Tentang neraka bisa dibaca QS. An Nisa 56, Al Al Kahfi 29, Hajj 19-20, Ad Dukhan 43-46, Muhammad 15, Al Muzammil12-13, Al Ghasyiyah 6-7.

Kelima, selalu mengontrol bentuk-bentuk perbuatan sebagai produktivitas iman kita (atau malah kontra produktifnya) dengan senantiasa mengingat bahwa waktu berjalan terus dan kematian akan datang tanpa permisi lebih dahulu. Ada baiknya setiap akan tidur membaca surat Al Ashr (1-3) dan QS. Az Zumar (55-58) sambil mengevaluasi amalan kita hari itu. Tentu saja kita akan bisa mengevaluasi dengan baik kalau kita selalu menambah pengetahuan kita tentang Islam yang komprehensif. Sehingga mengetahui mana kewajiban yang belum dijalankan, mana keutamaan (amalan sunnah) yang belum dihiaskan dalam diri kita, betapa banyak waktu kita habiskan untuk perbuatan yang kurang atau bahkan tidak produktif (amalan makruh dan mubah), dan betapa kita masih melakukan perbuatan kontra produktif (amal haram). Ada baiknya di meja kita selalu ditulis pengertian dalam hadits Nabi: Orang yang beruntung adalah yang hari ini lebih baik daripada hari kemarin, orang yang rugi adalah yang hari ini sama dengan kemarin, adapun orang yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin adalah orang yang binasa.

Mudah-mudahan sedikit resep ini bisa meningkatkan produktivitas iman kita sehingga di dunia kita mampu mewujudkan kehidupan Islam dan menegakkan kalimat Allah di muka bumi. Wallahu a’lam!


[admin]


bacaki selengkapna!
Thursday, October 4, 2007

sekedar intermezzo....



MEMINJAM BUKU LEBIH BAIK DARI PEMBAJAKAN

Survey membuktikan, seorang pemilik buku di indonesia rata2 meminjamkan bukunya ke 4 orang... Apabila satu judul buku dicetak 1000 copy, maka akan ada 4000 peminjam buku dan angka ini bisa jadi lebih besar lagi sehinga orang2 yang tadinya tidak bisa membaca krn nda punya duit akan mendapat kesempatan yang sama dengan orang yang punya duit. Ini berarti

PEMINJAM BUKU BAJAKAN LEBIH BAIK

Karenanya mereka yang selama ini tidak punya modal, alias modal nekat telah membantu penyebaran informasi untuk dirinya.

Namun diatas segalanya tidak ada yang lebih baik dari :

PEMINJAM BUKU YANG MEMBAJAK

Karena dia telah sadar bahwa tidak perlu ada hambatan untuk memperoleh akses informasi atau ilmu pengetahuan bagi umat manusia. Apabila kita ingin memajukan pendidikan, meningkatkan kecerdasan, termasuk pengetahuan bagi masyarakat miskin,marilah rame2 kita meminjam/meminjamkan buku dan mendukung tiap upaya pembajakan.

Mari membajak untuk perubahan !!!!!!


*Ket:
Tulisan ini dibuat sebagai kontra kultur atas buku supernova hal 211 dan produk2 berhaluan kapitalis lainnya.


[admin]


bacaki selengkapna!

Hedonisme berhala kaum liberalis

Apa arti moral bagi manusia liberalis? Sebagai keyakinan, bagian gaya hidup, atau sesuatu yang artificial belaka ? barangkali kebingungan adalah jawaban yang paling pas bagi masyarakat pecinta kebebasan. Ditengah hiruk pikuk teriakan kebebasan justru nilai-nilai kemanusiaan terampas. Bahkan, manusia terpuruk pada derajat yang terendah. Inilah buah kebebasan yang diyakini sebagai pembebas manusia dari ketertindasan.
Marjinalkan Agama

Nonsens, kiranya itu kata yang paling pas untuk menjawab harapan akan tereduksinya Social decease (kematian sosial) di alam demokrasi. Bagaimanapun, kerasnya seruan bahwa liberalisme tidak identik dengan kebejatan moral adalah sia-sia. Sejak kelahiran telah menafikan peran agama dalam kehidupan. Bukankah akar dari liberalisme adalah sekularisme? Mustahil menghadirkan peran agama dalam kehidupan liberalis. Yang ada jusru marjinalilsasi peran agama yang kini kian akrab dengan istilah ‘privatitasi’ agama-menempatkan agama hanya dalam tataran privat, bukan publik. Ini adalah bahasa halus dari ‘character assassination’ (pembunuhan karakter) terhadap agama, dalam hal ini khususnya islam. Andapun eksis, agama beserta institusinya hanya menjadi slender-alat pengesahan bejatnya paham liberalisme yang kini coba ditebar benihnya ditengah-tengah masyarakat.



Upaya untuk mengembalikan peran dan karakter islam sebagai ideologi universal di tengah publik justru menuai antipati. Apabila contoh kasus ketika sejumlah kalangan mengancam pornografi dan pornoaksi sebagai bagian demoralisasi bangsa dan bertentangan dengan agama, air bah penentangan pun berdatangan. Seperti menentang, para pengusaha entertainment dan broadcasting malah mengelar aneka tayangan penggoda syahwat itu dengan atraktif.

Jelas benar terbaca, bahwa di mata para sekalaris, aturan-aturan agama sebagai norma pembatas kehidupan layak ditampik. Keyakinan bahwa agama berperan sebagai ‘pil mujarab’ untuk mengatasi berbagai krisis kemanusiaan hampir sama dengan tahayul; ada tetapi tak bisa diwujudkan alias utopia. Lalu apa yang menjadi ukuran kebaikan bagi masyarakat liberalis? Tidak ada yang lain kecuali hedonisme, kesenangan fisik belaka. Artinya, upaya apa pun untuk menyenangkan diri adalah legal dan wajib mendapatkan tempat dalam kehidupan yang serba bebas ini.

Mass Moral Destruction

Tentu saja ada harga yang harus dibayar atas setiap pilihan dan keakinan yang di ambil masyarakat kebeeasan hakikatnya adalah gerbang budaya deskruktif manusia .ia telah merenggut fitrah manusia dan melahirkan berbagai macam penyakit sosial yang serius.salah satu bagian yang paling mencolok dari paham kebebasan itu adalah kebebasan perilaku [hurriyah asysyakhsiyyah] kebebasan ini telah menyimpangkan tujuan penciptaan naluri seksual/melestarikan keturunan yang secara built-in Allah ciptakan pada manusia .

Prinsip kebebasan telah menjadi semacam ‘alat penghancur moral massal’ meluluhlantakkan moral dari tataran publik hingga kelapisan privat. Pornografi, seks bebas, dan penyimpangan seksual menjadi ritual baru umat manusia. Di Eropa, Denmark adalah Negara yang dengan terbuka memproklamirkan diri sebagai sentra pornografi dan prostitusi, dan covenhagen sebagai ibu kota Negara merangkap pusat akivitas seks bebas. Sejak tahun 1969 Denmark menghapuskan sensor film. Pada bulan November tahun yang sama, industri film porno Denmark mengejutkan dunia dengan menyelenggarakan The Covenhagen sex fair, sejak itu, Copenhagen dijuluki pusat pornografi, prostitusi, serta hiburan seks Live di Eropa. Diperkirakan sekitar 1500 pekerja seks ‘beraksi’ setiap hari. Jumlah ini terbagi dalam beberapa lokasi seperti panti pijat, bar dan juga mereka yang nekad ‘berkeliaran’ di jalanan.

Penghapusan sensor film yang diberlakukan di Denmark ternyata berlaku untuk semua, bahkan remaja sekalipun. Remaja minimal berusia 12 tahun boleh menyaksikan film apa saja yang diputar di bioskop, termasuk film biru. Film-film Amerika kadang-kadang dibuat dalam dua versi. Satu untuk Eropa Utara dengan bagian yang banyak adegan seksnya. Satunya lagi untuk komsumsi di USA sendiri dengan menghilangkan banyak adegan esek-esek. Keleluasan itulah yang amat disukai oleh penduduk Covenhagen.

Seiring dengan kebebasan itu, Copenhagen juga bersikap toleran terhadap narkotika. Mereka bahkan membuka stand khusus untuk menjual barang-barang terlarang itu. Polisis pun tak melakukan tindakan apa pun untuk menhentikan.

Kebabasan lain yang diberikan Copenhagen (juga Negara-negara yang termasuk dalam Scandinavia) adalah bagi mereka yanmg homoseks atau lesbian untuk menikah. Pesta pernikahan yang dilakukan oleh kaum homo atau lesbian di sana tak ubahnya pasangan normal lainnya.

Jangan salah, Indonesia pun terbilang Negara yang bebas membuat dan mengkomsumsi pornografi dan seks bebas. Menurut KUHP, perzinaan bukan termasuk tindakan asusila yang layak diganjar hukuman. Hanya tiga keadaan yang dapat menyeret pelaku zina masuk ke dalam bui, dengan paksaan (tindak pemerkosaan). Dilakukan dengan anak di bawah umur, dan dilakukan di muka umum. KUHP pun bungkam. Para ‘pemain’ VCD Bandung Lautan Asmara yang menghebohkan itu pun tidak bisa disentuh oleh hukum.

Pornografi dan seks bebas tidak saja menawarkan kesenangan, tetapi juga uang. Oleh karena itu, dalam masyarakat liberal, seks tidak lagi bersifat privat apalagi suci, tetapi telah menjadi industri yang amat komersial. Dalam dunia media massa, publik dunia mengenal playboy yang telah menjadi ikon dalam penerbitan lher dan konon terjual hingga 5 juta eksemplar peredisinya. Playboy entertainment incorporation (PEI). Nama perusahaan yang memaungi seluruh produk ‘cap kelinci’ ini meraup keuntungan besar dari berdagang sensualitas dan sex appeal wanita. TV playboy dan sejumlah chanel film dewasa telah meningkat pelanggannya. Program playboy meraih pelanggan 122,8 juta unit pada kwartal pertama tahun (2002), naik 8 % dari 113,8 juta unit pada akhir kwartal tahun sebelumnya. Total keuntungan yang diraup PEI pada tahun 1999 saja sudah mencapai sampai US$ 348 juta dan sahamnya tercatat di bursa saham New York.

Kebebasan perilaku yang menjurus pada freesex missal ini telah menjadi bagian dari lifestyle bahkan prestise bagi para pelakunya, persis tayangan film serial popular Televisi Sex And The City dibintangi Sarah Jessica Parker. Seperti latah, perilaku ini pun terjadi ditanah air. Seperti diungkap Moammar Emka dalam bukunya, Jakarta Under Cover (JUC), kian banyak saja kalangan esmud (eksekutif muda) dan selebritis yang melebur dalam gaya hidup hewani ini. Ada yang sifatnya Free Charge seperti kencan semalam (one Night Stand) hingga yang eksekutif dengan melibatkan uang hingga ratusan juta rupiah permalamnya! Prostitusi yang ditawarkan pun kian atraktif. Mulai pesta nudies dengan uang keanggotaan puluhan juta rupiah atau zina keliling Jakarta di dalam mobil-mobil mewah.

Tingkat penggunaan narkoba pada masyarakat hedonis amat menonjol. Indonesia sebagai salah satu Negara yang menganut kehidupan macam ini mulai menuai ‘hasilnya’. Penggunaan narkoba di Tanah Air juga semakin meningkat, khususnya pada usia remaja, menurut catatan WHO, jumlah pemakai narkoba di Tanah Air pada tahun 2003 mencapai 5 juta orang. Tingginya penggunaan narkoba ternyata juga berdampak pada meningkatnya pengidap Virus HIV sebagai akibat penggunaan jarum suntik secara bergiliran diantara para junkies. Sepanjang tahun 2001-2002, jumlah pengidap virus HIV di Indonesia mengalami peningkatan hingga 900 % Wuihh... So, bagi kalian yang masih memilih menjadi pesakitan hedon dan penyembah berhala liberalisme...sadar jack, sadar!!!


[admin]


bacaki selengkapna!

Ilusi Kekuatan sang adidaya

Nervous. Itulah fenomena yang terlihat dalam politik Amerika, bukan hanya belakangan ini, tetapi sesungguhnya terjadi sejak era Clinton yang kedua. Perasaan nervous itu telah menggerogoti tokoh-tokoh politik dan pemikir Amerika, khususnya setelah terlihat banyaknya kegagalan, keragu-raguan, dan kelemahan dalam menyelesaikan berbagai problem internasional. Setelah itu, mulai terpupuk perasaan akan kehebatan kekuatan Amerika, dan perasan tersebut akhirnya menjelma menjadi arogansi, kesombongan, dan keangkuhan yang telah menyelinap dalam elemen-elemen kekuatan masyarakat Amerika. Perasaan ini bertambah kuat setelah Partai Republik memegang tampuk kekuasaan. Henry Kissinger, dalam bukunya, Does America Need a Foreign Policy? Toward a Diplomacy for The twenty-First Century (2001), mengungkapkan dengan ungkapan yang sangat tepat mengenai apa yang sedang mendominasi atmosfir politik Amerika, “Amerika Serikat di ujung millenium baru ini tengah menikmati keadidayaan yang bahkan belum pernah dirasakan oleh emperium terbesar sekalipun pada permulan sejarah; Amerika bisa menguasi dominasi yang tidak tertandingi di seluruh penjuru dunia.”



Dia juga mengatakan, “Angkatan bersenjata Amerika tersebar ke seluruh dunia dengan mudah dari Eropa Utara hingga Asia Tenggara, bahkan pangkalan-pangkalan ini akan berubah karena intervensi Amerika atas nama perdamaian menjadi kebutuhan militer yang permanen.

“Amerika Serikat adalah sumber dan penjaga institusi demokrasi di dunia.”

“Amerika bisa menguasai sistem moneter internasional dengan kucuran akumulasi modal investasi yang jauh lebih besar, dengan kepuasan yang jauh lebih menarik minat para investor, serta pasar ekspor asing yang sangat luas. Kebudayaan bangsa Amerika juga menjadi standar di seluruh pelosok dunia.”

Ketika pemerintahan George Bush Jr. belum mengevaluasi kembali berbagai kebijakan Amerika terhadap berbagai problem dunia, serta menetapkan dasar-dasar baru, tiba-tiba terjadi peristiwa Ledakan 11 September 2001. Kasus ini telah memberi motivasi baru kepada pemerintahan Amerika yang baru untuk beraksi. Peristiwa ini kemudian dieksploitasi dan dimulailah penyusunan dasar-dasar kebijakan baru yang dibangun berdasarkan asas dan titik tolak baru.

Kejatuhan rezim Taliban yang sangat cepat, cengkeraman Amerika secara dramatis atas Asia Tengah, serta berdirinya pangkalan militer darat baru Amerika di Qirgistan, Tajikistan, Afganistan dan cengkeraman totalnya di Pakistan; semuanya mempunyai pengaruh yang sangat besar yang membuat tokoh-tokoh pemerintahan Amerika itu kesetanan. Mereka semakin merasa arogan dan sombong dalam memperlakukan pihak lain. Kemenangan bohong Amerika atas Afganistan telah diumumkan kepada semua kalangan dalam atmosfir perpolitikan Amerika. Mereka semakin larut dalam ilusi dan terbius oleh mabuk politik sehingga menyebabkan mereka lupa ingatan, bahkan terhadap sekutu terdekat mereka sendiri.

Menteri Pertahanan Donald Rumsfeld telah membanjiri situasi ini dengan pernyataan-pernyataannya yang ilusif. Penyataan-pernyataan tersebut, antara lain, “Dalam peperangan, Anda wajib menyerang musuh sebelum musuh menyerang Anda.”

Pimpinan mayoritas Konggres dari Republik, Terry Mc Ollen, menyerukan kepada Konggres, “Ketika Presiden berbicara mengenai keadilan tugas kita dan keberanian tentara kita, maka kita semua harus sepakat.”

Dalam kondisi ketika para penguasa negeri Arab dan Islam masih tetap tunduk dan patuh, sementara mereka pun masih mengadopsi politik mediasi sebagaimana yang dinyatakan oleh Menteri Luar Negeri Qatar sebagai representasi mereka semua, maka Amerika semakin menginjak-injak berbagai tradisi dan basa-basi diplomatik sebelumnya. Padahal, Amerika sebelumnya masih mengindahkan dan menjaga harga diri mereka di depan media massa. Akan tetapi, semua itu telah digantikan dengan politik perbudakan dan penghinaan secara telanjang tanpa mempedulikan lagi berbagai reaksi rakyatnya.

Politik polaritas Amerika yang baru, yang identik dengan arogansi dan keangkuhan, benar-benar telah telanjang. Amerika bahkan memandang sebelah mata terhadap sekutunya, apalagi agen-agennya yang telah ditelanjanginya sendiri di muka umum, sebagaimana yang telah dilakukan terhadap Arab Saudi, Iran, Mesir, dan Pakistan. Amerika menyerang Arab Saudi dan menuduh sekolah-sekolah Salafiyyah-nya sebagai basis penghasil teroris, khususnya setelah 15 dari 19 terdakwa kasus peledakan pesawat di Washington dan New York adalah orang-orang Saudi. Amerika juga menyerang Iran dengan mengalamatkan tuduhan kepadanya sebagai sarang pelarian tokoh-tokoh al-Qaedah dan Taliban. Iran juga dituduh telah mensuplai senjata Hizbullah dan rakyat Palestina. Amerika juga telah memaksa India untuk melawan Pakistan dan menuduhnya sebagai sarang ekstremis. Sementara itu, Mesir berikut antek-anteknya telah dimiskinkan dengan tambahan beban keuangan, ekonomi, dan restriksi perdagangan.

Logika arogansi dan pandangan sebelah mata terhadap para sekutu dan antek-antek yang dipetik dari Peristiwa 11 September serta akibat dari kemenangan mudah yang diraih Amerika di Afganistan telah menjadi justifikasi bagi pemerintah Amerika untuk menjauhkan keterlibatan para sekutu dan antek-anteknya, bahkan terhadap ketidakbutuhannya atas keterlibatan mereka. Sekalipun Tony Blair berusaha untuk melakukan penyelarasan dengan Amerika, dan menyelaraskan Eropa dengannya, tetapi Amerika tidak mengindahkannya, serta tidak mau berbagi keuntungan dan hasil jarahan dengan Eropa. George Robertson, pimpinan NATO asal Inggris, menyatakan, “Eropa harus meningkatkan taraf kekuatan militernya agar mencapai taraf kekuatan militer Amerika. Amerika juga wajib membantu Eropa untuk meningkatkan kemampuan militernya.”

Dalam pernyataannya yang lain, dia menyatakan, “Dukungan para sekutu terhadap Washington mempunyai batas.”

Thomas Fredman, jurnalis terkenal asal Amerika, membantah pernyataan Robertson di Harian The New York Times dengan artikelnya yang berjudul, “The End of NATO,” dengan menyatakan, “Sebenarnya tidak ada NATO di luar Amerika, karena negara-negara sekutu yang lain hanya mengirim beberapa ratus personil militer ke medan perang yang paling belakang, kemudian tiba-tiba meminta bagian hasil jarahan dengan Amerika yang telah memberikan segala pengorbanannya.”

Dr. Ghassan al-Izzi, telah mengutip laporan pers Amerika dalam Harian al-Quds, yang menyatakan, “Sesungguhnya orang-orang Eropa tengah memainkan peranan sebagai pembantu rumah. Setelah serangan Amerika, mereka sibuk mengumpulkan penafian dan bantahan. Sementara itu, ketika Amerika mengobarkan peperangan, orang-orang Eropa terus berusaha mewujudkan perdamaian. Sesungguhnya Amerika, di bawah Pemerintah Bush, ingin memimpin dunia sendiri. Ini merupakan statemen yang sangat jelas.”

Jelas, Amerika telah mengubah pandangannya mengenai hubungannya dengan para sekutu dan antek-anteknya, setelah membukukan kemenangan mudah dan memperoleh keuntungan besar di Asia Tengah dalam waktu yang sangat singkat. Amerika merasa tidak perlu lagi merujuk termasuk kepada PBB, bahkan tidak juga kepada sekutu yang menempatkannya, yaitu NATO. Dalam Perang Teluk, Amerika masih perlu merujuk kepada Dewan Keamanan, dan meminta Dewan Keamanan untuk mengeluarkan keputusan yang menggunakan namanya. Dalam Perang Kosovo, Amerika masih berunding dan bekerjasama dengan negara-negara NATO. Akan tetapi, dalam Perang Afganistan dan seterusnya, Amerika tidak perlu meminta masukan manapun, bahkan tidak perlu merujuk kepada siapapun. Bush Jr. telah menyatakan, “Kami akan memerangi Irak, baik dengan sekutu maupun sendiri.”

Pemerintah Bush Jr. yang mengikuti langkah pemerintah Reagan telah mulai membangun dasar-dasar politik luar negeri baru yang relevan dengan kehebatan kekuatan Amerika. Demikianlah sebagaimana Reagan ketika itu telah membangun politik baru untuk mengakhiri Perang Dingin (Cold War) yang dihembuskan oleh Henry Truman pada tahun 1947, serta dikeluarkannya Uni Soviet secara internasional dengan menyebutnya sebagai ‘emperium setan’. Bush Jr. juga demikian. Ia telah mulai mengakhiri kebijakan yang digambarkannya sebagai kebijakan “ragu-ragu dan malu-malu” yang mengiringi fase Perang Dingin. Seakan-akan Bush Jr. menyebut bahwa fase “ragu-ragu dan malu-malu” yang dilanjutkan satu dekade telah berlalu untuk kemudian diakhiri dan memasuki fase monopoli dan meninggalkan keterlibatan pihak lain. Kebijakan inilah yang membiarkan Eropa menjadi nervous sekaligus memperlihatkan kebenciannya terhadap politik luar negeri baru Amerika.

Keburukan yang membelah persekutuan Eropa-Amerika itu adalah pernyataan-pernyataan Menteri Luar Negeri Hobert Fedryn, filosof politik Eropa, yang menyerang kebijakan Amerika secara terbuka dan berani. Ia menuduh kebijakan Amerika itu sebagai politik bodoh, murahan, dan memihak Israel yang memang represif terhadap rakyat Palestina. Dia menyerukan agar Eropa mempertahankan pandangan dan eksistensi mereka yang independen secara politis dari Amerika.

Pernyataan ini banyak diikuti oleh para politisi Eropa, di antaranya Yoshca Fisher, Menteri Luar Negeri Jerman, yang menyatakan, “Kekuatan terbesar di dunia saat ini tidak akan mungkin bisa memimpin dunia sendiri dengan jumlah penduduk 6 miliar jiwa menuju masa depan yang damai. Para sekutu Amerika juga bukanlah para pengekor.”

Criss Paten, salah seorang penentu kebijakan dalam hubungan luar negeri delegasi Eropa asal Inggris juga termasuk orang yang mengulang-ulang pernyataan Fedryn dan menuduh politik Amerika sebagai politik murahan.

Di antara mereka adalah Menteri Luar Negeri Inggris, Jack Satrou, yang menganggap pidato Bush Jr. mengenai kondisi persatuan yang di dalamnya juga menyebut-nyebut “poros kejahatan” sebagai pidato untuk konsumsi media massa domestik dan kosong alias asbun (asal bunyi). Pernyataan Satrou ini membangkitkan amarah pemerintah Amerika sehingga Amerika perlu menampik pernyataan Satrou dan menegaskan bahwa pernyataan sang Presiden itu memang benar.

Eropa menyadari bahaya tindakan Amerika yang terakhir terhadap politik luar negeri, menyadari sepenuhnya bahwa Amerika mulai memarjinalkannya, danmenyadari bahwa berbagai upaya Blair untuk berbagi kepentingan dan cengkraman dengan Amerika tidak berhasil, sehingga Eropa juga terpaksa menggunakan politik pertahanan. Eropa, khususnya Inggris, antara lain akan bertumpu pada politiknya di Afrika dan melakukan perlawanan terhadap dominasi Amerika di sana. Ini antara terlihat pada kunjungan bersama Menteri Luar Negeri Inggris dan Prancis ke beberapa negara di Afrika. Demikian juga kunjungan Blair ke beberapa negara Afrika bagian Barat dan permintaannya kepada Prancis agar menyelaraskan langkahnya dengan Inggris untuk mengukuhkan cengkeraman Eropa di sana dengan cover “bantuan untuk wilayah kulit hitam.”

Eropa, Rusia, dan Cina benar-benar telah mengetahui politik cengkeraman kekuatan yang mulai dijalankan oleh Amerika untuk mencengkram dunia; mereka mulai melawannya. Putin, Presiden Rusia, menyatakan, “Semua model hubungan internasional yang dibangun berdasarkan cengkeraman satu kekuatan tidak akan berumur panjang.”

Dengan demikian jelas, bahwa Amerika telah memasuki dunia dengan titik tolak internasional baru. Indikasi-indikasi titik tolak ini terlihat dengan jelas dan sangat cepat, khususnya setelah keberhasilan yang diraihnya di Afganistan dan kepatuhan dunia kepadanya serta tidak adanya perlawanan apapun yang layak disebutkan. Hal inilah yang membuat Amerika semakin serius untuk mencengkeram dunia dan menanam investasi untuk kekuatan pertahanannya sebagaimana yang ditunjukkan pada momentum 11 September. Caranya adalah dengan menciptakan kondisi ketegangan di dunia, memperumit permasalah internasional, dan mengelola krisis regional. Ini dilakukan dengan cara-cara yang bisa menyebabkan krisis tersebut meledak serta memercikkan perasaan kolektif secara terus-menerus mengenai ketidakamanan dan instabilitas di dunia yang mengilhami opini publik dunia, bahwa Amerikalah dewa penyelamat, sang pemimpin dunia. Akibatnya, negara-negara di dunia dan rakyatnya tidak mempunyai pilihan lain selain patuh kepada Amerika. Bush Jr. telah menyatakannya dengan jelas, bahwa dunia tidak akan mengenal stabilitas kecuali di bawah kepemimpinan Amerika.

Setelah peristiwa Afganistan, Amerika ingin melepaskan diri dari ikatan para sekutu Eropanya, membubarkan keterlibatan mereka dengannya dalam mengendalikan urusan dunia, serta memikul tanggungjawab dunia sendiri. Karena itu, kita melihat Amerika sengaja merusak apa yang dilakukan Eropa dengan mendekati Iran dan menjalin kesepahaman dengan Cina, Korea, dan mengembalikan eksistensinya di Timur Tengah.

Karena itu, Amerika sengaja menjegal setiap upaya Barat mendekati kepemimpinan Iran yang disebut-sebut sebagai pemimpin moderat, kemudian memojokkan Cina dan menyibukkannya dengan isu Taiwan dan isu-isu perdagangan, memberikan beberapa pecahan dan angin surga kepada Rusia, serta menenggelamkan negara-negara yang disebut Dunia Ketiga dengan utang dan kerusakan. Dengan demikian, Amerika memprediksi bahwa situasi internasional memang hanya miliknya, sehingga masyarakat internasional bisa dikendalikannya sendiri dan dialah yang akan memimpin kendali kepemimpinannya.

Hanya saja, politik polaritas yang arogan ini akan mengundang permusuhan terselubung dan akan mengorganisir permusuhan tersebut untuk melawannya. Di samping itu, ia akan mengubah mitra kerjasamanya, yaitu para sekutu dan antek-anteknya, menjadi musuh yang dendam kepadanya; yang menunggu kehancurannya; dan yang kelak akan memukulnya dengan pukulan yang lebih dahsyat.

Logika kekuatan otot akan memicu pihak lain merasa dendam serta memicu kebencian dan permusuhan yang sesungguhnya. Jika tidak ada ruang untuk mengartikulasikan perasaan ini, yaitu perasaan menjadi pemikiran, kemudian aksi, maka hasilnya pasti akan negatif, bahkan sangat destruktif. Amerika akan jatuh dari ketinggiannya, sementara tidak akan ada siapapun yang akan mengasihaninya sehingga akan ada yang mengatakan, “Kasihanilah pemimpin kaum yang terhina itu.”

Berbagai bangsa, khususnya umat Islam, yang merasakan kezaliman Amerika, jika telah mempunyai kondisi pemikiran dan politik yang pas, potensi mereka yang masih terpendam untuk mendirikan negara yang mulia dan terhormat, yaitu Negara Khilafah Islamiyah, akan segera meletus. Negara Khilafah Islamiyahlah yang akan merontokkan singgasana Amerika dan mengalahkannya. Bangsa-bangsa lain pun akan merasa senang dan ilusi akan kehebatan Amerika itu akan berbalik kepada yang empunya, sementara Amerika akan terkena sendiri batunya.


[bro' Hafidz abdurrahman]


bacaki selengkapna!